Hari Anak Nasional, Momentum Evaluasi Perlindungan Hak Anak
Jakarta - Hari ini diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan seharusnya peringatan ini menjadi momentum evaluasi dan perbaikan dalam perlindungan hak anak. Sebab, berdasarkan catatan KPAI, kekerasan terhadap anak masih marak terjadi.
KPAI menemukan tren kekerasan anak mulai bergeser. Kekerasan fisik relatif menurun, tapi kekerasan psikis dan verbal tetap terjadi. Karena itu, ia bertekad agar kekerasan verbal dan bully tidak lagi terjadi di lini kehidupan anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, kelompok teman sepermainan, komunitas, maupun dunia hiburan. "Hari Anak Nasional ini harus menjadi momentum evaluasi dan perbaikan perlindungan hak anak," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin, 23 Juli 2018.
Mewujudkan Indonesia ramah anak bukanlah pekerjaan mudah. Susanto mengatakan semua pihak harus bersama-sama melakukannya, tidak bisa dikerjakan parsial atau sektoral. "Tanpa gerakan bersama, rasanya sulit melakukan percepatan untuk mewujudkan Indonesia ramah anak," ucapnya.
Berdasarkan data bidang pendidikan KPAI sepanjang 2018, kasus anak pelaku kekerasan dan bullying adalah yang paling tinggi. Dari 161 kasus, 41 di antaranya adalah kasus anak pelaku kekerasan dan bullying.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti merincinya menjadi lima bentuk, yakni anak korban tawuran 23 kasus atau 14,3 persen, anak pelaku tawuran 31 kasus atau 19,3 persen, anak korban kekerasan dan bullying 36 kasus atau 22,4 persen, anak pelaku kekerasan dan bullying 41 kasus atau 25,5 persen, dan anak korban kebijakan (pungutan liar, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah) 30 kasus atau 18,7 persen.
Sebagai upaya menekan angka kekerasan terhadap anak, KPAI melakukan kampanye Stop Bullying dan roadshow ke sejumlah sekolah. Roadshow yang digelar KPAI di 13 kota di Indonesia ini sudah berlangsung mulai 17 hingga 31 Juli 2018. Beberapa kota tersebut adalah Jakarta, Bogor, Depok Tangerang, Bekasi, Semarang, Solo, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Medan, Palembang, dan Makassar.
Mereka bekerja sama dengan Young Lex. Pria bernama asli Samuel Alexander Pieter itu dipilih sebagai rekan kampanye karena rapper tersebut memiliki banyak pengikut di media sosial. Selain itu, dia kerap dirundung banyak hatter. "Namun Young Lex begitu tangguh menghadapi cyber bully yang hampir setiap hari diterimanya," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Ahad, 22 Juli 2018. "Young Lex melawan perundungnya dengan karya dan kerja keras."
Selain itu, kata Retno, rumah produksi Surya Film juga berperan penting dalam kampanye ini. Surya Film adalah rumah produksi yang mengangkat dampak buruk cyber bully dalam filmnya bagi siapa pun, termasuk terhadap anak-anak. "Para artis film Aib Cyber Bully juga ikut dalam roadshow ke sekolah-sekolah dan berdialog langsung dengan ratusan siswa," ucapnya.
Retno mengatakan KPAI akan mensosialisasikan dampak buruk bully bagi tumbuh kembang anak. Nantinya, dia melanjutkan, Young Lex akan menyampaikan tip kepada siswa dalam menghadapi cyber bullying. "Para artis Surya Film juga menyampaikan pengalaman mereka dirundung saat menjadi siswa dan bagaimana harus berjuang mengatasinya," tuturnya.
Rangkaian acara kampanye stop bullying ke sekolah-sekolah ini ditutup dengan memilih lima siswa untuk menjadi duta stop bullying di sekolah. Selain itu, semua elemen sekolah akan membacakan petisi serta membuat cap telapak tangan pada petisi. "Cap telapak tangan ini menyimbolkan tolak bully dan kekerasan dalam bentuk apa pun," kata Retno.
Pada peringatan Hari Anak Nasional 2018, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise meminta Forum Anak Nasional 2018 berperan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak-anak. "Saya minta kalian berjanji, kalau berkeluarga nanti jangan melakukan kekerasan kepada anak-anak kalian," ujar Yohana saat menutup Forum Anak Nasional 2018 di Surabaya, Minggu, 22 Juli.
Yohana mengatakan, di negara-negara maju sudah tidak ada lagi anak-anak yang dipukul atau mengalami kekerasan. Selain karena kesadaran masyarakatnya sudah tinggi, kekerasan terhadap anak juga akan dihukum berat. "Dendanya ribuan dolar. Kita juga sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak, jangan ada lagi kekerasan terhadap anak," ucapnya.
Tempo.com
0 Comments