Makan Lesehan Dipinggir Jalan Harga 700k, Waras?


Sebenarnya tulisan ini mau saya pakai judul "Pemeras Berkedok Ada Rupa Ada Harga", tapi rasanya judulnya kurang nendang dan tidak sesuai dengan suasana hati saya yang emosi.

Baru-baru ini viral di media sosial sebuah warung lesehan di pinggiran jalan di Tegal yang menjual menu seafood dengan membanderol harga yang super duper mahal untuk tiap menunya.

Warung yang bersebelahan dengan Kantor Kecamatan Slawi itu kini sepi pembeli, dan bahkan sudah ditutup karena warungnya tidak laku lagi sepi kayak kuburan.

Ternyata, viralnya harga warung lesehan ini tidak hanya terjadi kali ini saja. Beberapa tahun lalu, warung lesehan di pinggir jalan ini juga jadi sorotan banyak orang dengan alasan yang sama.

Yang ngehenya si pemilik warung lesehan yang tak mutu itu menjawab dengan enteng, mahalnya harga seafoodnya itu karena ada rupa ada harga. Pemilik warung lesehan ini pasti pendukung 02 yang sudah terbiasa menghalalkan segala cara.

Menurut si pemilik warung lesehan itu, harga yang dia berikan sesuai dengan kualitas makanan yang dia sajikan. Ada rupa ada harga, begitu katanya.

Dia bilang dia beli kepiting di pasar saja harganya sudah Rp 175 ribu hingga Rp 225 ribu per kilogram. Kepitingnya pun kepiting telur dan udang windu yang besar-besar.

Begitu juga dengan cuminya pun ukurannya besar untuk porsi dua orang. Semua fresh pokoke, langsung dari laut. Ngeles si dodol pake banget ini.

Saat pembeli akan bayar, si pembeli pun kaget setengah mati nyaris terkencing-kencing di celana karena total harga yang harus dia bayar yaitu Rp 700 ribu.

Yang konyolnya lagi, si pemilik warung lesehan itu bilang karena si pembeli tidak punya uang sebanyak itu, akhirnya dia potong harga bayar suruh Rp 300 ribu saja.

Ini kan modus Abunawas kelas kakap. Masa orangnya bayar 300 ribu dibolehin? Yang jelas ini jebakan betmen. Rp 300 ribu itu dia sudah untung banyak.

Pihak dinas terkait di Tegal dan Satpol PP juga sudah menyambangi warung lesehan kampretus erektus di pinggir jalan itu atas instruksi Bupati Tegal.

Namun sang pemilik warung tetap ngotot, ada rupa, ada harga. Enak aja asal main tembak harga. Makan seafood pinggir jalan yang paling enak di Jakarta saja harganya juga tidak akan sampai sebegitunya dengan menu yang sama dan ada harga di daftar menu.

Kalau memang ada rupa ada barang, kenapa jualan dipinggir jalan yang segmen pembelinya lebih banyak menengah kebawah? Restaurant Bintang Lima saja yang harga nasi uduknya Rp 100 ribu pun tetap mencantumkan harga dengan deskripsi makanannya seperti apa. Lha ini warung pinggiran saja belagu banget.

Kalau ngelesnya ada harga ada rupa, sekalian saja dia buka Restaurant Bintang Lima dikawasan elit di Jakarta, bukan warung lesehan di pinggir jalan yang penuh dengan debu.

Bagaimana orang tidak shock sampai nyaris semaput ditembak bayar Rp 700 ribu. THR bisa ludes kalau begini caranya. Setidaknya cantumkan harga dong. Yang jadi masalah kan rata-rata pembeli mengira harga Seafoodnya harga standard yang berlaku umum di mana-mana.



Yang jelas ini sudah termasuk kategori penipuan dan kedok pemerasan terselubung. Pembeli tidak mengetahui harga sama sekali, tiba-tiba disuruh bayar Rp 700 ribu. Kan reseh.

Warung lesehan pinggir jalan, banyak debunya pula, tapi belagunya minta ampun. Kalau Rp 700 ribu itu dipakai buat makan di Restaurant Hanamasa sudah mabok daging itu.

Begitu juga makan di Bandar Jakarta yang terkenal enak, bayar tidak sampai Rp 1 juta, satu keluarga perut kenyang, tempatnya bersih, bebas debu dari truk-truk yang berseliweran.

Yang jelas pemilik watung lesehan ini murni melakukan pemerasan terselubung. Mana ada sih makan seafood harganya selangit begitu, apalagi cumi harganya sampai Rp 200 ribu.

Nasi seporsi saja dipatok Rp 30 ribu, itu beras impor dari Meksiko kali ya? Mentang-mentang mau Lebaran buat beli baju harga dinaikin seenak udelnya semau-maunya saja.

Mungkin menurut si pemilik warung itu tidak apa-apa sepi pengunjung, yang penting sekali tembak langsung untung besar. Atau barangkali dipikirnya orang Jakarta rata-rats duitnya banyak tapi tolol dan mudah dikibulin kali ya.

Sangat tidak masuk di akal sehat total harga Rp 700 ribu yang harus dibayar lalu suruh bayar Rp 300 ribu saja? Dipikirnya kortingannya itu macam midnight sale 60% kali ya.

Penjual tukang tipu model begini harus diberangus oleh Pemda setempat di manapun mereka berada. Bilamana perlu diperiksa, itu orang bayar pajak atau tidak. Sudah emperan, panas, mahal, bikin kolesterol naik pula, harganya nauzubillah ampun dijee selangitnya. Harganya kok sudah seperti mas kawin saja.

Cah kangkungnya saja harganya Rp 45 ribu seporsi, apa waktu nanam disiramnya pakai air Kangen Water kali ya. Atau barangkali itu kangkung kualitas lapis emas organik dari Sri Lanka? Atau barangkali kangkungnya nanamnya di bulan kali ya. Dasar kemaruk bangke.

Dan juga teh tawar harganya Rp 35 ribu. Apa pas pelanggan pesan teh tawar, dia lalu bergegas naik ke gunung dulu buat petik daun tehnya? Kurangajarnya kebangetan.

Tidak tahu diri memang. Pedagang kaki lima tapi harganya ngalah-ngalahin makanan di Restaurant Hotel Bintang Lima. Susah memang kalau pedagang sekolah kurang, ya begitu itu jadinya.

Makan doang Rp 700 ribu, sudah begitu tempatnya kotor, lesehan, banyak debu, di pinggir jalan, panas pula. Makan di Restoran mewah yang pakai AC saja tidak sampai sebegitu harganya.

Orang tuh ya milih makan di pinggir jalan karena selain duit pas-passan, juga karena lapar di tengah perjalanan panjang. Selain itu para pengunjung pun pada umumnya golongan menengah kebawah. Orang yang super tajir ogah makan di warung lesehan di pinggir jalan yang kotor dan banyak lalernya itu.

Mendingan makan sekalian di Hotel Grand Hyatt atau di Four Seasons Hotel, makanannya enak, ruangan sejuk ber-AC, para pelayannya ramah, rapih dan berseragam.

Masakannya pun disajikan tertata indah menggugah selera, tempat nyaman dilayani ramah, minumnya Wine, harganya pun separuh dari harga yang dipatok warung setan alas itu.

Ini sudah jualan dipinggir jalan yang kita tidak tahu masaknya pakai minyak bekas atau apa, cuci tangan atau tidak, habis cebok lalu masak atau tidak. Yang jelas itu seafood rasa rampok, bukan rasa saos tiram.
loading...

Berita Terkait