Kekerasan Verbal Prabowo adalah Kejahatan yang Merobek Demokrasi



Munculnya Prabowo Subianto capres paslon 02 dalam siaran televisi dari “Republik Kertanegara” dengan himbauannya menenangkan massa yang mengamuk, bagi penulis adalah memuakkan! Tidak perlu sampai ke Rabu 22 Mei untuk menilainya, tetapi pesan Prabowo beberapa hari lalu agar aksi 22 Mei digelar secara damai jelas fantasi keji!

Bagaimana mungkin saat Prabowo menghimbau pendukungnya untuk menggelar aksi tersebut dengan damai, tetapi disaat bersamaan itu juga dia mengatakan bahwa aksinya tersebut bukanlah makar, tetapi bersuara atas dugaan kecuranganan pemilu? Bahkan dirinya meminta aparat penegak hukum mengayomi seluruh rakyat Indonesia dengan suasana kekeluargaan?



"Jadi Saudara-saudara, kami dapat laporan ada banyak isu-isu, katanya ada yang mau bikin aksi kekerasan, itu bukan pendukung-pendukung kami. Dan itu bukan sahabat-sahabat saya, bukan sahabat-sahabat kami. Sekali lagi, apa pun tindakan, lakukan dengan damai," ujar Prabowo dalam video yang disampaikan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) pada Selasa (21/5/2019) dini hari. Dikutip dari: detik.com

Hahaha…apakah segoblok itu rakyat Indonesia dimata Prabowo dan kubunya? Ada banyak alasan lainnya menjadi bukti kuat Prabowo Subianto dan Amien Rais sebagai orang yang harus bertanggungjawab atas kematian ataupun korban luka karena gaung people power yang dicetuskan oleh Amien!

Opini penulis, melihat situasi yang terjadi sekarang, Prabowo memang tidak secara langsung menganjurkan pendukungnya untuk melakukan kekerasan fisik. Tetapi menurut penulis apa yang terjadi sekarang ini adalah akibat dari kekerasan verbal Prabowo Subianto selama ini. Yuk, kita lihat faktanya dengan mengetahui definisinya terlebih dahulu.

Kekerasan fisik adalah ketika melibatkan kontak langsung yang dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh. Sebagai contoh, ketika secara langsung kita melakukan penyerangan pemukulan misalnya.

Kekerasan verbal adalah kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata. Sebagai contohnya, membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah, menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata-kata kasar, mempermalukan di depan umum dengan lisan,

Disadari atau tidak, kenyataannya kekerasan verbal jauh lebih mematikan dibandingkan kekerasan fisik. Efeknya pun lebih dahsyat dibandingkan dengan dengan kekerasan fisik. Mengerikan karena kekerasan verbal ini mengincar orang-orang yang cenderung terisolasi, minim wawasan, minder, dan tidak banyak bicara.

Sekarang kita bandingkan dengan rekam digital yang kejam. Mencatat didalam orasi dan prilaku Prabowo Subianto capres paslon 02 selama masa kampanye kerap kali melakukan kekerasan verbal yang melukai dan merusak. Inilah beberapa kutipan dari ungkapan-ungkapan Prabowo:

"Tetapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!" Dikutip dari: bbc.com

'Rampoklah rumah yang sedang terbakar'. Dikutip dari: tribunnews.com

"Saya katakan, hei media-media yang tidak mau mengatakan ada belasan juta orang atau minimal berapa juta orang di situ, kau sudah tidak berhak menyandang predikat jurnalis lagi. kau boleh kau cetak, boleh kau ke sini dan ke sana, saya tidak mengakui anda sebagai jurnalis," ujar Prabowo berapi-api. Dikutip dari: cnnindonesia.com

"Kami masih menaruh harapan kepadamu (KPU). Tapi sikap saya yang jelas saya akan menolak hasil penghitungan pemilu. Hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo dalam simposium 'Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019' di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019). Dikutip dari: detik.com

Bukan tidak mungkin inilah yang mendasari perilaku rusuh atas nama membela kubu 02, yang pada akhirnya menunjukkan perilaku anarkis. Ungkapan-ungkapan Prabowo yang cenderung bersifat kekerasan, penghinaan, fitnah, menuduh, dan mempermalukan akhirnya menimbulkan pemberontakan dan perlawanan dari pendukungnya yang telah dibutakan.

Sebagai contoh diidalam kehidupan sehari-hari kita ambil contoh kekerasan verbal yang biasanya terjadi dilingkungan keluarga, ketika ada orangtua yang kerap membentak anaknya, dan melabeli dengan kata-kata kasar, seperti anak bandel, tidak berguna, bodoh, dan hal-hal merendahkan lainnya. Maka tidak ubahnya menanamkan kebencian dan pemberontakan di alam bawah sadar lahir kemudian sosok atau karakter keras pembangkang mengerikan dengan prilaku brutal.

Inilah yang terjadi sekarang ketika Prabowo Subianto tidak menganjurkan kekerasan fisik, tetapi orasi-orasi Prabowo selama ini yang adalah kekerasan verbal yang telah membangkitkan emosi dari pendukungnya yang gelap mata, dan sudah dibutakan oleh narasi “curang dan dicurangi”. Hingga akhirnya lepas kontrol tidak terkendali.

Cuci tangan Prabowo dengan himbauannya aksi damai dan klaim kubunya tidak menganjurkan kekerasan adalah sebuah kedunguan saja. Sama dungunya dengan “strategi” kemungkinan akal-akal demi lolos dari panggilan dugaan terlibat makar, maka Prabowo-Sandi mengatakan siap untuk mengugat hasil pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi? Sebuah pernyataan kontradiksi dengan seruan Amien Rais yang juga anggota Dewan Dewan Pembina BPN Prabowo -Sandi, yang menyatakan sebelumnya:



"Kalau nanti terjadi kecurangan, kita nggak akan ke MK. Eggak ada gunanya, tapi kita people power, people power sah," kata Amien.

Tidak hanya itu! Logikanya, jika memang Prabowo Subianto berjiwa kesatria, kenapa tidak sejak awal menerima niat tulus Presiden Jokowi untuk bertemu sehari setelah pencoblosan 17 April lalu. Justru sebaliknya, yang dilakukan oleh kubu 02 adalah sikap angkuh sambil terus meneriakkan narasi curang yang tidak lain adalah kamuflase dari malu karena kalah.

Padahal mengenai itu, sedari awal kedua kubu telah mengetahui bahwa untuk segala gugatan mengenai hasil pilpres silahkan untuk membawanya ke MK dengan bukti dan data yang jelas tentunya. Tidak perlu untuk melakukan pengadilan jalanan “people power” ala Amien Rais, yang notabene “diketahui” oleh kubu Prabowo-Sandi. Tetapi, alih-alih mencegah terjadinya gerakan tersebut, justru yang terjadi adalah pembiaran dengan klaim sudah dihimbau tidak dengan kekerasan?

Heheh…situ waras, apakah mungkin aksi-aksi seperti ini bisa menghindar dari kekerasan? Bukankah sedari awal pemerintah sudah menghimbau untuk tidak dlanjutkan karena berbagai kemungkinan terjadinya kekerasan ataupun ditunggangi penumpang gelap?

Rakyat Indonesia juga sudah tahu siapa yang harus bertanggungjawab. Sebuah kesimpulan, ini jelas permainan keji Prabowo Subianto yang bersembunyi dibalik ucapan-ucapannya. Indikasi kekerasan verbal selama ini telah melahirkan perlawanan dan matinya demokrasi sesungguhnya dari majoritas suara rakyat yang telah memilih Jokowi-Ma’ruf.

Terlalu mahal harga yang harus dibayar oleh rakyat untuk kursi kekuasaan yang dipaksakan Prabowo-Sandi dan kroninya, 200 luka-luka dan 6 nyawa adalah korban saat artikel ini diturunkan.

Duka cita yang mendalam kepada para korban dan keluarganya. Berdoa dan meminta ditegakannya keadilan di negeri ini!

#tangkapPrabowo
loading...

Berita Terkait