Tak Diajak Koalisi, Kini Mardani Teriakan Kami Oposisi


Pilpres 2019 sudah selesai. Pemenangnya juga sudah ditetapkan oleh KPU setelah MK menolak seluruh tuntutan Prabowo-Sandi. Itu berarti Prabowo dan koalisinya sekarang menjadi oposisi pemerintah. Meskipun Indonesia tidak mengenal oposisi, tetapi secara de facto memang oposisi itu ada, yaitu parpol yang berada di luar pemerintahan.

Namun, sepertinya tidak semua parpol pendukung Prabowo akan ikhlas menerima sebagai posisi. Sebagai parpol oposisi, fasilitasnya tidak akan sama dengan parpol pendukung pemerintah. Karena akan banyak kemudahan-kemudahan yang didapat oleh partai tersebut. Dan imbasnya tentu untuk masa 5 tahun ke depan.

Sebagaimana kita ketahui, parpol pendukung Prabowo-Sandi terdiri dari Partai Gerindra, PKS, PAN beserta Partai Demokrat. Sedangkan yang lain adalah partai-partai kecil yang setelah Pemilu tidak masuk ke parlemen. Dari empat parpol pendukung Prabowo-Sandi ini, ada beberapa parpol yang sudah berkomunikasi untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi.

Sebut saja Partai Demokrat dan kemudian PAN. Partai yang intens berkomunikasi dengan Jokowi adalah Partai Demokrat dan sepertinya partai-partai pendukung Jokowi fine-fine saja dengan Partai Demokrat yang ingin bergabung dengan Jokowi tersebut. Tidak ada gejolak yang berarti di internal koalisi Jokowi-Amin.

Selain Partai Demokrat ada juga PAN yang berkomunikasi dengan Jokowi. Serta ada beberapa politisi PAN yang mendorong partainya ikut bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Seperti Wakil Ketua PAN Bara Hasibuan. Tetapi ada juga politisi PAN yang menolak untuk bergabung dengan Jokowi, dan mereka ini rata-rata adalah loyalis Amien Rais yang memang adalah seorang pembenci Jokowi.

Keikutsertaan PAN di koalisi Jokowi masih penuh tanda tanya. Karena menurut pengalaman sebelum-sebelumnya PAN ini adalah sebuah partai yang plin-plan di dalam koalisi. Sebagaimana lazimnya sebuah partai pendukung pemerintah tentu akan turut serta mendukung program-program yang dijalankan oleh pemerintah. Tetapi tidak dengan PAN, meski disebut koalisi tetapi sikapnya seperti seorang oposisi.

Sebelumnya PAN adalah partai pendukung Prabowo pada Pilpres 2014 lalu bersama dengan Gerindra, PKS, PPP, PBB dan Partai Golkar. Namun setelah Jokowi menang pada Pilpres 2014 lalu, tiga parpol pendukung Prabowo saat itu beralih menjadi koalisi Jokowi. Yaitu Golkar, PAN dan PPP.

Tetapi menjelang Pilpres 2019, PPP dan Golkar masih tetap setia mendukung Jokowi. Tetapi PAN kembali berulah dan menyatakan sikap mendukung Prabowo. Setelah Prabowo lagi-lagi kalah, PAN ingin kembali lagi ke kubu Jokowi. Partai plin-plan ini, apakah masih layak diterima di koalisi Jokowi?

PAN adalah sebuah duri bagi pemerintahan Jokowi itu sendiri. Dia menggerogoti tubuh Jokowi dari dalam. Loyalitasnya memang perlu dipertanyakan.

Selain PAN dan Demokrat, Gerindra digadang-gadang juga akan ditarik ke koalisi pemerintahan Jokowi. Kalau Gerindra, sepertinya memang kabar burung belaka. Ada yang menginginkan Gerindra bergabung dengan Jokowi seperti yang diungkapkan oleh Poyuono. Tetapi ada juga yang tidak menginginkan Gerindra bergabung dengan Jokowi terutama para relawan pendukung Prabowo.

Masuk tidaknya ketiga parpol tersebut ke dalam koalisi Jokowi, bukanlah sesuatu yang ingin kita bicarakan. Tetapi paling tidak parpol tersebut masih dilirik oleh Jokowi untuk bersama-sama membangun negeri ini. Sedangkan urusan bagi-bagi kursi itu adalah kewenangan dari Presiden terpilih.

Namun yang paling menyakitkan adalah PKS. Jangankan mengajak untuk berkoalisi, dibicarakan saja tidak oleh publik. Bahkan sekedar mengusulkan parpol ini masuk ke koalisi Jokowi pun tidak pernah ada. Lain seperti Demokrat, PAN dan Gerindra. PKS malah tidak dipandang.

Memang PKS ini harus tahu diri. Meskipun partai ini masuk parlemen dengan mengantongi 8 persen lebih suara. Namun apa yang telah diperbuat oleh PKS ini di masyarakat sungguh membuat miris. Persatuan Indonesia yang kita junjung tinggi sejak nenek moyang kita, telah dibuat porak-poranda oleh PKS dengan sistem kaderisasi yang berazaskan agama serta menyebarkan kebencian kepada agama yang lain.

Setelah tidak ada yang peduli dengan dirinya. Dan setelah gagal dengan tagar 2019 Ganti Presiden. Pencetus tagar tersebut Mardani Ali Sera kini berganti membuat tagar baru. Kami Oposisi adalah sebentuk keputusasaan dari PKS melihat partainya seperti disingkirkan begitu saja.

Seharusnya PKS sekarang berbenah diri. Lebih mementingkan Persatuan dan Kesatuan Indonesia daripada mencoba merealisasikan khilafah di Indonesia. Indonesia yang unik ini, yang terdiri dari banyak suku, bahasa dan agama ini, janganlah diadu domba. Karena kita adalah satu saudara yang ingin melihat Indonesia ini menguasai dunia dan bukan dikuasai oleh Arab.

Sumber: Seword.com
loading...

Berita Terkait

Post a Comment

0 Comments